Senin, 07 Januari 2013

Deret Ukur dan Dongeng Asal Mula Catur



Kresna dan Radha bermain Chaturanga di atas 8x8 Ashtapada
Alkisah pada ribuan tahun lalu, hidup seorang Raja Muda yang memerintah sebuah negeri yang makmur dan damai sentosa Loh Jenawi. Sang Raja  hidup dalam gelimang harta dan sangat dicintai oleh rakyatnya. Siapa sangka, Sang Raja yang sepertinya tak mengenal kosa kata “galau” karena semua hasrat hidupnya terpenuhi, nampak sedih bermuram durja. Ooohh rupanya Sang Raja bosan dengan semua permainan di waktu luangnya. Berburu kijang atau memanah apel yang ditaruh di atas kepala pelayannya, hal-hal seperti itu sudah terlalu sering dilakukannya. Saat itu tentu belum ada game online ataupun play station. Mengetahui Rajanya bosan dengan semua permainan yang sudah dikenal, pihak kerajaan akhirnya mengadakan sayembara ke seantero negeri. “Siapa saja penduduk negeri yang dapat menyenangkan Sang Raja lewat permainannya maka akan diberi hadiah yang berlimpah”. Sejak sayembara dimulai, sudah banyak rakyat dari seluruh penjuru negeri yang mencoba peruntungannya namun belum juga ada yang bisa membuat Sang Raja tertarik dengan permainan-permainan yang dipersembahkan kepadanya.

Chess Online
Seperti layaknya film India 1990an, tentu Jagoannya baru muncul di saat-saat genting. Akhirnya datang seorang Cendikia Bijak dengan membawa seperangkat permainan yang kita kenal dijaman kita dengan nama “Catur”. Sang Raja diberitahu  semua aturan permainannya dan untuk menarik perhatian Sang Raja, babak pertama permainan catur antara Sang Raja vs Cendikia dimenangkan oleh Sang Raja. Tentu saja Sang Cendikia sengaja tuk mengalah agar Raja bisa mulai tertarik dengan permainan yang dibawanya. Singkat cerita, akhirnya Sang Raja merasa sangat puas dengan permainan baru yang dibawa oleh Sang Cendikia tersebut. Menepati janjinya, Sang Raja akhirnya menanyakan hadiah apa yang bisa diberikan kepada Sang Cendikia. Ternyata yang diminta oleh Sang Cendikia hanyalah berupa bulir-bulir padi dalam tumpukan-tumpukan sebanyak tumpukan sesuai dengan jumlah kotak yang ada dalam papan catur (64 kotak). Tumpukan pertama sebanyak 1 bulir padi, tumpukan ke-2 berisi 2 bulir padi, tumpukan ke-3 berisi 4 bulir padi, begitu seterusnya sampai tumpukan ke-64, tumpukan berikutnya selalu berisi 2 kali lipat bulir padi dari tumpukan sebelumnya.

Tanpa pikir panjang, Sang Raja menyetujui permintaan Sang Cendikia yang hanya meminta tumpukan-tumpukan padi sebanyak jumlah kotak dalam papan catur yang masih bisa terhitung berjumlah 64, Toh hanya padi yang banyak terdapat di lumbung kerajaannya dan bukan emas atau permata yang tak ternilai harganya. Seandainya Sang Cendikia ini meminta dibuatkan papan dan bidak catur dari emas dan permata sekalipun tentu akan dikabulkan juga permintaannya, pikir Sang Raja. Para Punggawa kerajaan akhirnya mulai menghitung bulir-bulir padi untuk diberikan sebagai hadiah kepada Sang Pemenang Sayembara, namun sampai habis bulir padi di lumbung kerajaan bahkan sampai seluruh bulir padi di seantero negeri dikumpulkan tak juga bisa mencukupi untuk memenuhi permintaan Sang Cendikia.

Gue harus bilang wooowww gitu? Memangnya berapa bulir padi yang diperlukan yaa? Mari kita hitung!
Bulir padi yang diperlukan = 1 + 2 + 4 + 8 + 16 + 32 + dst (merupakan deret ukur) bisa kita ganti dengan deret                = 20 + 21 + 22 + 23 + 24 + 25 + .......+ 263 .
Waaahhh, untungnya ada Microsoft Excel di era kita, dan hasilnya adalah
18.446.744.073.709.600.000 bulir padi. Jika bulir padi kita ganti dengan satuan mata uang yang kita kenal "Rupiah" (1 bulir padi = 1 Rupiah), yang mana nilai 1 Rupiah sangatlah kecil akan tetapi terasa sangat banyak saat harus menyebut Rp 18.446.744.073.709.600.000,- (lebih dari 18 juta trilyun rupiah, bandingkan dengan APBN Indonesia tahun 2012 yang bekisar 1500 trilyun rupiah).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar