Minggu, 13 Januari 2013

Cintaku Kandas Gara-Gara AA Gym Poligami


Bukan karena ingin menisbatkan kekesalanku kepada AA Gym yang berpoligami, tapi saat itu hampir tiap saat melalui berita ataupun infotainment selalu muncul AA Gym dan Teteh-Tetehnya. Belum pernah rasanya dalam sejarah negeri ini “kasus poligami” begitu menyita perhatian publik yang begitu besar. Mungkin karena sekarang Era Informasi, di mana opini publik dapat dibentuk oleh media massa dengan acara infotainmentnya. Walaupun Ceramah AA Gym cukup menyejukkan hati, tapi aku ndak ngefans sama AA, sesekali aku hanya liat Tauziahnya di TV. Aneh rasanya melihat begitu banyak orang yang mengagumi  dan tiba-tiba banyak orang yang mencercanya. Seperti sudah melakukan perbuatan yang sangat keji layaknya koruptor yang merugikan negara begitulah mungkin kira-kira yang menimpa AA Gym  saat itu.

Usiaku saat itu 28 tahun dan sedang menjalani hubungan ke arah yang lebih serius dengan seorang wanita pujaan hati. Wati  Guru Kimia di sebuah MTs, seorang lawan bicara  menyenangkan yang dapat aku temui di Pedalaman Kalimantan dan sangat jauh dari Bandung dimana  AA Gym berada. Kami sudah sekitar setengah tahun menjalin hubungan dan sudah saling kenal satu sama lainnya.

Bincang-bincang ringan tentang ikatan kimia, pengaruh zat terlarut terhadap titik didih cairan dan aahh tak jauh dari itulah obrolan kami saat itu. Obrolan kami terhenti saat ibunya pulang dari tempat pengajian mingguan ibu-ibu kampung. Seperti biasa aku menyalami dengan takjim “calon mertuaku”. Ntah karena melihat infotainment ataupun karena topik pengajian rutinnya yang membahas tentang poligami, tak seperti biasanya Ibunya Wati membuka obrolan denganku dengan pertanyaan pembuka yang langsung serius. “Setujukah Mas Heri dengan poligami seperti yang dilakukan oleh AA Gym?” Beliau memanggilku Mas Heri, mengikuti cara Wati memanggilku. Aku ndak menyangka akan mendapat pertanyaan seperti ini dari Ibunya Wati. Kenapa pertanyaannya ndak “Benarkah poligami menurut syariat Islam?”  tentu akan lebih mudah buatku untuk menjawabnya. Untuk beberapa saat aku hanya diam dan bingung untuk menjawabnya.
Sebenarnya aku sudah menduga jawaban yang diinginkan oleh Ibunya Wati. Sebagai seorang ibu tentu beliau menginginkan Putri bungsunya bisa membina sebuah keluarga sakinah tanpa embel-embel poligami. Aku berada dalam dilema untuk menjawab pertanyaan singkat tapi tentu punya dampak besar dalam kehidupanku. Aku merasa seperti menghianati nuraniku kalau aku jawab tidak setuju sedangkan dalam pengetahuanku, poligami diperbolehkan menurut syariat walaupun masih dengan syarat. Setuju? Rasanya seperti mengikrarkan diri bahwa suatu saatnya nanti jika aku sudah menikahi anaknya maka aku akan melakukan poligami juga seperti AA Gym. Jangankan poligami pikirku, mencari satu orang wanita saja untuk menjadi jodohku rasanya sangat sulit, seperti lagunya Wali “cari jodoh”. Intinya aku tak punya pikiran untuk poligami, dalam mimpi-mimpi indahku tentu aku ingin punya keluarga kecil harmonis dan normal seperti kebanyakan teman-temanku, poligami? Ndak kebayang deh. Akhirnya harus aku jawab juga pertanyaan Ibu ini, dengan sedikit melingkar dan tidak to the point, “Aku ndak berniat dan ndak kepikiran sama sekali untuk berpoligami tetapi poligami memang dibolehkan oleh syariat Islam walaupun dengan syarat-syarat tertentu, aku pikir AA Gym ndak menyalahi syariat Islam”. Walaupun aku ndak bilang secara langsung bahwa aku setuju, tapi aku rasa aku sudah cukup puas dengan jawabanku  yang aku anggap sudah merupakan jalan tengah dan sudah melewati kompromi dengan akal dan hatiku.

Kulihat wajah Wati penuh dengan kekuatiran, dia tahu bahwa ibunya tak puas dengan jawabanku. Aku yakin Wati sangat mengerti dengan maksud dari jawabanku. “Bearti Mas Heri setuju donk dengan poligami, padahal apa baiknya poligami?” Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya dari Ibunya Wati dan bantahannya Beliau atas semua argumentasi yang aku sampaikan sudah seperti Sidang di mana aku si terdakwa dan beliau Jaksa Penuntu Umum. Aku masih ingat sampai sekarang waktu aku berkata dengan nada tanya yang terdengar seperti suara orang yang hampir putus asa, “Bukankah lebih baik poligami daripada melacur?” Menurutku sudah menjadi kebenaran umum bahwa poligami tentu lebih baik daripada melacur yang merupakan perbuatan zina dan jelas dilarang oleh Agama manapun juga. “Ya jelas mending melacur daripada poligami karena kalau melacur hanya sesekali waktu sedangkan poligami berlangsung lama dalam kehidupan berkeluarga”. Shock aku mendengar jawaban dari “calon mertuaku”, dan beliau juga jelas lebih shock lagi dengan segala argumentasiku tentang poligami.

Tak perlu menunggu lama, malam harinya aku ditelpon oleh Wati, dia mengatakan bahwa hubungan kami tak bisa dilanjutkan karena Ibunya tak merestui. Hampa, yaa seperti itulah rasanya kalau sedang patah hati. Ntah karena aku yang naif, tapi aku merasa lega bisa mengatakan apa yang menurutku benar maka katakanlah itu benar walaupun harus menyakitkan dan kehilangan orang yang kita cintai.

4 komentar:

  1. Cerita aslikah ini? Kalau iya, syukuri saja putus dengan wanita itu, orang tuanya saja mendukung pelacuran.

    BalasHapus
    Balasan
    1. mungkin lebih tepatnya bukan mendukung pelacuran, tapi intinya menentang polygami dan responnya berlebihan

      Hapus
  2. Wah, argumentasi yang menarik & berdasarkan data-data statistik juga nih..... Sedikit keterangan tentang cerita di atas, "Bukan tentang seorang pria yang ingin polygami, tapi jawaban seorang anak muda dengan ilmu agama yg kurang mapan dan harus menjawab pertanyaan tentang hukum dari polygami". Seandainya ini multiple choice seperti Ujian Nasional anak sekolah:
    1. Menurut pengertian Anda, berdasarkan ajaran Islam, hukum dari polygami adalah .............
    a)haram
    b)wajib
    c)sunnah
    d)diperbolehkan dengan syarat-syarat tertentu
    e)smua jawaban salah

    Anak muda di cerita ini menekankan jawaban bahwa ia tak berniat untuk melakukan polygami sekalipun jawaban dia adalah (d) atas pertanyaan tersebut.

    Kalau jawaban untuk diri saya sendiri di dunia nyata, saya lebih memilih untuk monogami, ngapain melakukan polygami?... bukankah memahami satu orang wanita saja sudah cukup sulit???, Tapi pandangan saya kepada orang lain yang melakukan polygami dan memang mampu untuk melakukannya, bisa membina keluarganya dengan sakinah mawaddah... Menurutku syah-syah saja.

    BalasHapus
  3. Mas Hery sungguh orang yang tangguh, berani mengutarakan kebenaran yang sudah jelas bakalan memberikan dampak yang hebat bagi orang yang berpikir sempit, overall kebetulan 11 hari lagi saya bakalan menikah dan jujur saya memiliki pemikiran yang sama dengan Mas Hery untuk tidak sependapat dengan pelaku Poligami yang tidak sesuai dengan cara yang dipersyaratkan agama, dan memang terkadang kebanyakan orang yang minim pengetahuan atau lebih berpikir praktis dan sempit cemderung tidak memahami dan bahkan terkesan menyalahkan pemikiran-pemikiran seperti Mas Hery.
    Fenomena Poligami saat ini dianggap sebagai jalan yang cepat untuk memuluskan keinginan pemenuhan syahwat tanpa memikirkan bagaimana perasaan Perempuan dan lebih parahnya tanpa sepengetahuan dan izin dari Perempuan(Istri Tua).
    Satu pertanyaan Mas Hery, apakah ada disebutkan dalam Al-Qur'an dan/atau Hadis ketentuan mengenai gugurnya/batalnya/tidak sahnya Poligami, karena kita ketahui bahwa dasar aturan Poligami saat ini sudah banyak ditafsirkan nyeleneh dan menyimpang dari semangat awal diturunkan nya ketentuan mengenai Poligami tersebut., demikian dan mohon maaf apabila ada kata yang kurang jelas, terimakasih.

    BalasHapus