Kisahnya
dimulai saat aku baru mulai bekerja dan tinggal di perumahan yang aku sewa,
saat itu aku punya tetangga seorang wanita single parent dengan satu orang anak
usia sekitar 10 tahunan. Santi, Sang Ibu berusia 32 tahun dan yang aku ketahui
dia sedang tak punya pekerjaan untuk membiayai kehidupan keluarga kecilnya.
Mungkin karena Ibu ini tetangga yang aku kenal dan sangat mungkin karena aku
tertarik dengan kisah hidupnya, aku sering bertamu ke rumahnya tuk mendengarkan kisah hidupnya dan terutama untuk
menawarkan beberapa batang Sampoerna
Mild yang biasa aku hisap. Awalnya aku risih juga melihat seorang ibu yang
mencandu rokok apalagi merokoknya di depan anaknya, tapi akhirnya aku kasian
juga saat aku melihat dia menyalakan rokok yang diambilnya dari asbak dan
sebelumnya ternyata dia sengaja menyisakannya untuk dia hisap kembali sebagai
tindakan penghematan rokok yang dia lakukan. Berhemat bukan karena mau berhenti
merokok tapi karena kondisi keuangannya yang memprihatinkan. Aku sengaja selalu
meninggalkan bungkus rokokku yang masih tersisa beberapa batang jika aku pulang
dari rumahnya.
Santi
cerai dengan suaminya saat anaknya baru lahir, aku menduga pemicunya
paling-paling soal ekonomi. Untuk menghidupi dirinya setelah cerai, Santi
berusaha untuk mendapatkan pekerjaan yang menurutnya layak untuk lulusan SMA
seperti dirinya. Sepertinya klasik, dia ditawari pekerjaan yang katanya
penghasilannya lumayan bagus disebuah diskotik sebagai pramusaji oleh seorang
laki-laki yang dikenalnya. Santi sebenarnya merasa tertipu oleh laki-laki ini
karena dari situlah akhirnya Santi menjalani kehidupannya sebagai wanita malam
dengan semua atribut kelamnya. Tertipu atau tidak, tapi aku rasakan dari
caranya bercerita sepertinya Santi cukup menikmati kehidupan masa lalunya. Dia
bangga menjadi Ratu Diskotik bak “Sang Diva” yang penuh dengan persaingan dengan
wanita-wanita cantik lainnya. Rumah yang sekarang ditempati merupakan hasil
dari pekerjaannya tersebut. Aku kenal dengan Santi saat ia sudah berhenti dari
profesinya karena memang sudah afkir dan dianggap sudah terlalu uzur. Sesekali
memang masih ada pelanggan setianya yang datang ke rumah.
Di
ruang tamunya tempat kami biasa berbincang dan menghembuskan asap rokok yang membuat
suasana menjadi pengap, tak ada sedikitpun kerling mata nakal Santi terhadapku.
Ia sepertinya mengerti kalau aku memang bukan calon langgannya yang potensial.
Ternyata mantan “Pelacur” sekalipun hanyalah manusia biasa yang masih punya
sopan santun tidak sembarangan menggoda laki-laki yang ada di depannya. Setelah
huhisap dalam-dalam dan kuhembuskan asap rokokku perlahan, sebuah pertanyaan
meluncur dari mulutku, “Saat ini, setelah semua yang Mba’ lalui, adakah Mba’
pernah menyesal dengan yang Mba’ lakukan?” Aku hanya tersenyum getir saat Santi
menjawab pertanyaan bodohku tersebut, “Aku sangat menyesal, seandainya saja aku
tahu betapa gampangnya mencari duit dengan jalan seperti itu, tentu aku akan
melakukannya sejak umurku masih belasan tahun, aku masuk sudah berusia 25 tahun
dan sudah sangat terlambat”.
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusobat aborsi
BalasHapusobat aborsi asli