Bang Udin hanyalah seorang Pamong
Desa yang sederhana di salah satu sudut negeri yang luas ini. Anak-anak kampung
utamanya Remaja Masjid menjuluki Bang
Udin dengan panggilan Syekhul Ayam. Sebuah julukan yang selalu menimbulkan
tanya bagi yang belum mengetahui kisahnya.
Sebagai Pamong Desa yang rajin,
Bang Udin selalu kebagian kerjaan (orderan) dari masyarakat yang memang
membutuhkan jasanya. Buat KTP, Surat Pengantar Nikah, Surat Keterangan Tidak
Mampu bahkan sampai Surat Keterangan Kematian, datangi saja Bang Udin dan semuanya
pasti beres. Istilah yang tak asing didengar oleh warga kampung dan dinisbatkan
kepada Bang Udin tak lain dari perkataan, “Mau cara reguler atau cara ONH Plus?”
Sederet kalimat yang selalu dilontarkan oleh Bang Udin kepada warga kampung
yang sedang membutuhkan pelayanannya. Yang sudah pernah buat KTP, pasti sudah
pernah mendengar pertanyaan seperti itu
dari Mulut Bang Udin. Kalau milih cara reguler tentu biayanya murah tapi lama,
prosesnya sesuai prosedur yang berlaku. Kalau milih ONH Plus, cepat dengan pelayanan super prima tanpa peduli
prosedur tapi tentu dengan tambahan biaya yang tak ada hitam di atas putihnya.
Warga kampung yang memang ramah
dan penuh pengertian, sebenarnya tak terlalu risau ataupun keberatan dengan
pelayanan yang dilakukan oleh Bang Udin. Mereka mengerti bahwa gaji Bang Udin
yang hanya bekisar 500 ribu rupiah tentu tak mencukupi untuk standar hidup
layak keluarganya. Lagi pula Bang Udin selalu memberikan opsi kepada
orang-orang yang memerlukan jasanya tersebut. Bang Udin tak pernah maksa dengan
pasang tarif yang tak masuk diakal. Tak pernah menuntut untuk diberi “Apel
Washington” apalagi minta disediakan “wanita yang kulitnya putih”.
Suatu harinya dalam rutinitas
seperti biasa, Bang Udin pulang kerja dengan muka muram durja, rupanya dia
kesal di hari itu semua orderan yang biasanya dia tangani diambil alih semuanya
oleh Kepala Desa dan dia beserta teman-teman Pamong lainnya tak kebagian fee
sepeserpun. Dari hulu sampai hilir semuanya diambil, begitulah kira-kira yang
digerutukan oleh Bang Udin atas sikap atasannya. Tanpa melepas baju dinas
kebanggaanya terlebih dahulu, untuk menghilangkan “stress” Bang Udin mengambil
segenggam raskin, dia berniat memberi makan ayam-ayam kesayangannya. Tujuh ekor
ayam muda yang kesemuanya jantan dan memiliki bulu-bulu yang indah. Ayam Bang
Udin memang bukan Ayam biasa, turunan dari bibit unggul Ras Philiphin. Bang
Udin memelihara ayam tersebut saat tetangganya yang hobi sabung ayam memberikan
anak-anak ayam tersebut untuk dipeliharanya walau sebatas untuk kesenangan
saja. Pada akhirnya memang Bang Udin menyenangi kegiatannya memelihara
ayam-ayam tersebut, “untuk menghilangkan stress,” katanya.
Hari itu berbeda seperti
hari-hari lainnya, mungkin karena suasana hati Bang Udin yang sedang galau
gulana. Seperti biasa sih, ayam-ayam kalau diberi makan oleh Bang Udin tentu
berebut saling patuk biarpun sesama teman sepermainan dan saudaranya. “Sssttt,
ssssttt, tenang aja raskinku masih cukup banyak untuk memberi makan kalian semua”,
tetap aja ayam-ayam tersebut masih berebutan bahkan sampai ada yang saling petitiran
menunjukkan kejantanannya. Hahahaha, Bang Udin sontak tertawa melihat tingkah
laku ayam-ayamnya, Dia membayangkan dirinya seperti ayam-ayam miliknya yang
selalu berebut pakan bahkan sampai berdarah-darah padahal yang empunya ayam tak
kekurangan raskin untuk dicurahkan bahkan sampai sebulan yang akan datang. “Bukankah
Tuhanku juga sangat kaya untuk membagi rezeki kepada seluruh penduduk bumi?”
Setelah kejadian Bang Udin dengan
tujuh ekor ayamnya, tak pernah lagi terdengar kalimat “Mau cara reguler atau
cara ONH Plus?” dari mulut Bang Udin. “Seandainya para Pemimpin dan Orang-Orang
Terhormat, Yang Mulia, dsb di Negeri ini memelihara anak-anak ayam, tentu
mereka bisa melakukan pelayanan dengan sepenuh hati tanpa harus korupsi.”
Sebuah kesimpulan aneh yang sekarang sering didengar dari mulutnya Bang Udin.
Tak anehkan jika pada akhirnya Bang Udin dijuluki Syekhul Ayam oleh anak-anak
remaja masjid di kampungnya?